Pemburu Rente
Bocorkan Rafinasi
JAKARTA- Dua menteri Kabinet Kerja mendatangi gedung KPK kemarin (19/2). Mereka diajak berdiskusi mencegah korupsi di sektor tata niaga gula. Diskusi itu digelar karena selama ini KPK mengendus adanya mafia dalam impor gula di tanah air.
Dua menteri yang datang itu ialah Menteri Perindustrian Saleh Husin dan Menko Perekonomian Sofyan Djalil. Pada sejumlah wartawan, Saleh mengatakan, dalam diskusi itu KPK menanyakan kapasitas dan kebutuhan gula nasional. “Hal tersebut tengah menjadi kajian KPK, terutama untuk triwulan pertama ini,” ujar pria lulusan University of Oregon, Amerika Serikat itu.
Sementara itu Sofyan Djalil mengatakan, KPK tengah melakukan studi untuk perbaikan kebijakan gula nasional. Yang tengah dikaji KPK antara lain mekanisme impor, pemberian jatah impor gula rafinasi, dan perbaikan sejumlah kebijakan lainnya. “Saya sebagai Menko Perekonomian sangat mengapresiasi. Kita akan bisa membuat kebijakan yang lebih baik dari kajian ini nantinya,” ujarnya.
Sayangnya, Sofyan enggan membeberkan di mana titik rawan dari kebijakan impor gula selama ini. Dia juga mengelak adanya praktek mafia gula di Indonesia. Menurut dia, KPK sebenarnya melakukan kajian terhadap produk pangan lainnya, namun salah satu yang penting menyangkut gula.
Kabag Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha mengatakan lembaganya melakukan kajian tata niaga gula karena beberapa latar belakang. “KPK menemukan adanya kelemahan pada kebijakan tata niaga impor gula, termasuk juga pengawasan peredaran gula rafinasi (gula untuk industri),” jelasnya.
Menurut Priharsa, dua hal itu berpotensi menciptakan praktik rent-seeking atau memburu rente. Praktik itu dilakukan dengan mempengaruhi kebijakan pemerintah dengan tujuan memperoleh keuntungan. Hal itu jelas rentan dengan tindak pidana korupsi. Entah penyalagunaan kewenangan, suap, maupun gratifikasi.
Pemburu rente itu diduga melakukan pembocoran gula rafinasi ke pasar tradisional. Atau, memanfaatkan celah dengan mengajukan permohonan impor gula mentah tiap tahunnya yang bisa merugikan petani tebu Indonesia.
Praktek ini hampir mirip dengan mafia impor daging sapi yang pernah terungkap di Kementerian Pertanian. Saat itu kasus melibatkan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq atau LHI. “KPK selama ini juga menerima pengaduan masyarakat terkait komoditas gula, laporan itu terjadi dalam kurun 2004-2015,” jelas Priharsa.
Kajian KPK itu juga bagian dari pencegahan kebocoran keuangan negara. Sebab, tahun ini pemerintah mengalokasikan tambahan APBN-P di Kementerian Pertanian senilai Rp 16,9 triliun dan dana alokasi khusus (DAK) Rp 4 triliun untuk refocusing swasembada pangan lima komoditas pangan strategis.”Lima komoditas pangan strategis itu termasuk gula. “Besaran anggaran ini jika tidak dikelola dengan baik, berpotensi merugikan keuangan negara,” ujar Priharsa. (gun/sof)
Facebook
Twitter
Instagram
Google+
YouTube
LinkedIn