MILAN – Pekan yang paling ditakutkan Nerazzurri benar-benar datang dini hari, kemarin (7/10). Setelah tumbang dari sang raksasa Spanyol, Barcelona di leg pertama Liga Champions, tim besutan Conte itu pun dibuat malu sang tamu.Tim yang sejak delapan tahun belakangan selalu kalah bersaing di pentas Seri A dengan Si Nyoya Tua–julukan Juventus, dibuat kocar-kacir. Ini dibuktikan dengan gol cepat torehan Paulo Dybala di menit ke-4.
Tapi ini hanya hasil. Dari sederet skrimit yang terjadi di lapangan hijau ada beberapa hal yang menarik dari lingkaran Juventus. Salah satunya sosok Maurizio Sarri. Selasa ini, ia kerap menyandang runner up. Entah ini kutukan atau bukan. Tapi kenyataannya demikian, khususnya di liga domestik.Ya, itulah yang sudah menggelayuti awal musim Sarri sebagai allenatore Juventus. Maklum, dengan Sarrismo, Sarri tak pernah memenangi kompetisi domestik bersama Napoli atau Chelsea.
Nah, kemarin WIB (7/10) Sarri pun menjawabnya. Di Giuseppe Meazza, Milan, dia pun menunjukkan kalau Sarrismo miliknya lebih baik dari Contismo, gaya main ala Antonio Conte di Inter Milan. La Vecchia Signora, julukan Juve, mengakhiri masa bulan madu Conte bersama Inter dengan menang 2-1 (1-1).
Agresi deras Leonardo Bonucci dkk pun menjadikan mereka sebagai klub pertama Serie A yang dua kali membobol gawang Samir Handanovic. Menyudahi 274 menit clean sheet Inter dalam laga-laga home Serie A.”Kami menguasai bola dengan nyaman, dan tak merasa tertekan dengan serangan Inter,” klaim Bonucci, kepada Sky Sport Italia.
Memang, baru Juve klub Serie A yang bisa membuat Inter tak berdaya dengan kelebihan penguasaan bolanya. Biasanya, dengan ball possession lebih superior, Inter mampu mendulang banyak gol. Begitu pula kemampuan transisi menyerang-bertahannya.”Dengan intensitas tinggi maka butuh kekuatan fisik. Tapi benar, saat ada permainan seperti Inter ini maka ini yang harus kami lakukan,” sambung Leo, sapaan akrabnya.
Intensitas passing dengan akurasi tinggi jadi kunci dalam Sarrismo ala Sarri. Semasa dia di Chelsea, dia butuh waktu lama untuk menanamkan filosofi itu kepada anak buahnya. Tapi, di Juve, dia hanya butuh dua bulan pertama. Satu hal yang membuat dia belajar dari kesalahan itu. Salah satunya dengan mengubah pakem formasinya.
Formasi 4-3-3 yang dia pakai di Napoli, dia “paksakan” ke pemain Chelsea. Kini, Sarri sudah sadar jika itu salah. Makanya, di Juve dia memakai 4-3-1-2. Dilansir dari Football Italia, Sarri menyebut Juve sudah klop dengan filosofinya.”Ketika passing-passing mengalir, gol dan peluang gol akan datang dengan sendirinya. Hanya tim dengan kualitas seperti itu yang mampu melakukannya (Sarrismo),” tutur Mister 33, julukan Sarri.
Selain gol Pipita, julukan Higuain, dua attaccante Argentino lain juga menulis namanya di papan skor. Paulo Dybala yang membuka keunggulan Juve pada menit keempat. Lalu, menit ke-18 ganti Lautaro Martinez yang mencetak gol dari titik putih. Dybala jadi penyebab gol dari Cristiano Ronaldo pada menit ke-41 dianulir. Sebab, saat memberi passing ke Ronaldo, pemain berjuluk La Joya itu sudah terperangkap offside.
Dengan total 488 kali passing, akurasi pemain Juve lebih baik, 86 persen. Sementara itu, Inter hanya 82 persen tingkat akurasi dari 510 kali operannya. Dikutip La Gazzetta Dello Sport, Conte beralasan cedera Stefano Sensi pada menit ke-34 mempengaruhi performa anak asuhnya. “Tetapi, aku akui Juve lebih bisa menunjukkan kekuatan serangan terbaiknya, plus pengalaman mereka dalam mengontrol laga seperti ini,” sebut The Godfather, julukan Conte.
(ful/fin)
Facebook
Twitter
Instagram
Google+
YouTube
LinkedIn