• Fokus Utama
    • Purwokerto
    • Banyumas
    • Purbalingga
    • Banjarnegara
    • Cilacap
    • Kebumen
  • Berita Umum
    • Internasional
    • Nasional
    • Jawa Tengah
    • Pendidikan
    • Tekno
  • Olahraga
    • Sepakbola
    • MotoGP
    • Formula 1
    • Gowes
  • Insiden
  • Features
    • Expresi
    • Komunitas
    • Metrobis
    • Fotomotif
    • KampusKita
    • Visite
    • Wanita
  • Lintas Serba-serbi
  • Intermezo
  • Mblaketaket
  • Catatan Dahlan Iskan
  • Catatan Azrul Ananda

RADAR Banyumas - Situs Berita Online Terbesar di BARLINGMASCAKEB

  • Fokus Utama
    • Wisuda Terapkan Prokes, UMP Jadi Percontohan Kampus Lain
    • Pegawai Terpapar Covid, Dinnaker Purbalingga Ditutup Sementara
    • Miliki Riwayat Jantung Koroner Hingga Sudah Dipasang Ring, Bupati Banjarnegara Tetap Divaksin
    • Ibu Kandung Pembuang Bayi di Sungai Serayu Wanadadi Banjarnegara Akhirnya Tertangkap
    • Lima Rumah Tersambar Petir di Cilacap, Tembok Hitam, Instalasi Listrik dan Peralatan Elektronik Rusak
    • Purwokerto
    • Banyumas
    • Purbalingga
    • Banjarnegara
    • Cilacap
    • Kebumen
  • Berita
    • KPK Sita Uang Rp 1,4 Miliar, Kasus Korupsi Gubernur Nurdin Abdullah Nonaktif Sumsel
    • KLB Demokrat Kubu Jhoni Allen Marbun cs Melengserkan AHY, Tetapkan Moeldoko Jadi Ketum, AHY Sebut Dagelan Politik
    • Kartu Prakerja Berlanjut Hingga 2022, Sasar Calon Pengantin, Cegah Keluarga Miskin Baru
    • Citilink Siap Operasional di Bandara JBS, Buka Rute Halim Perdana Kusuma Jakarta dan Surabaya Pulang Pergi
    • Jangan Asal Pilih! Ini Broker Forex Terregulasi Resmi
    • Internasional
    • Nasional
    • Jawa Tengah
    • Pendidikan
    • Tekno
  • Olahraga
    • Krisis Keuangan Membuat Inter Milan Harus Cuci Gudang
    • Timnas Indonesia U-22 akan Menantang Persikabo dan Bali United
    • Kalahkan Wakil Malaysia, Shesar Rhustavito Melaju ke 16 Besar Swiss Open
    • Babak Pertama Swiss Open, Hafiz Faizal/Gloria Widjaja Langsung Tersingkir
    • Pembukaan Piala Menpora di Solo, Gibran Persiapkan Stadion Manahan
    • Sepakbola
    • MotoGP
    • Formula 1
    • Bulutangkis
    • Gowes
  • Insiden
    • Ibu Kandung Pembuang Bayi di Sungai Serayu Wanadadi Banjarnegara Akhirnya Tertangkap
    • Lima Rumah Tersambar Petir di Cilacap, Tembok Hitam, Instalasi Listrik dan Peralatan Elektronik Rusak
    • Gasak Kamera, Lensa di Cilongok, Warga Cilongok dan Pekuncen Dibekuk Polisi
    • Guru SMP Meninggal Saat Main Bulutangkis di Gandasuli, Purbalingga
    • Honda CB150R – Z 3477 YQ Ditemukan Warga di Tepi Sawah Desa Karangjati Kemranjen
  • Features
    • Wisuda Terapkan Prokes, UMP Jadi Percontohan Kampus Lain
    • Jangan Asal Pilih! Ini Broker Forex Terregulasi Resmi
    • Kilang Pertamina Cilacap Sulap Jalan Banjaran Jadi Taman Indah
    • Tiga Sineas Muda Siap Bikin Video Layaknya Film dengan Galaxy S21 Ultra 5G
    • Pesanan Masuk Tapi Produksi Kain Lurik Sutra Terkendala Bahan Baku di Somagede, Tolak Pesanan 100 Pcs Dompet
  • Intermezo
    • Raline Shah Berharap Dapat Jodoh, Berkelakar 21 Tahun
    • Krisdayanti Berharap Ramadan Bisa Bersama Raul Lemos Lagi
    • Akui Masih Komunikasi dengan Ayus Sabyan, Ririe Fairus: Saya Rela Melepasnya Asal Dia Bahagia
    • Jatah Bulanan Syahrini Disebut Rp3 M
    • Krisdayanti Siap Bantu Pernikahan Aurel
  • Lintas Serba-serbi
    • Uang Koin Dikumpulkan Lima Tahun, Kini Celengan Ibu Rumah Tangga di Pemalang Capai Rp40 Juta
    • Shadu Amar Bharati, Pertapa yang Hidup dengan Tangan Kanannya Diangkat Selama 45 Tahun
    • Pose Tanpa Busana di Atas Gajah, Model Asal Rusia Diperiksa Polda Bali
    • Waduh, Netizen Indonesia Jadi Juara se-Asia Tenggara Dalam Hal Tidak Sopan Bermedia Sosial
    • Masyarakatnya Makmur, Ini 15 Negara Terkaya di Dunia
  • More
    • Lintas Serba-serbi
    • Features
    • Intermezo
    • KampusKita
    • Mblaketaket
  • Facebook

  • Twitter

  • Instagram

  • Google+

  • YouTube

  • LinkedIn

  • 2 Shares

Cancel Culture

Catatan Dahlan Iskan
Rabu, 27 Januari 2021
Catatan Dahlan Iskan
Rabu, 27 Januari 2021

Oleh: Dahlan Iskan

Apa kesibukan utama saya selama 14 hari di rumah sakit Covid?

Yang paling banyak adalah nonton wayang kulit. Lewat YouTube. Lalu membaca, termasuk yang berat-berat seperti filsafat cancel culture.

Tidak terhitung berapa lakon yang saya lihat. Yang terbanyak yang dimainkan dalang-kondang-mati-muda Seno Nugroho. Yang dari Jogja itu. Begitu kagum saya padanya. Lalu, untuk objektivitas, saya lihat lagi beberapa lakon yang dimainkan Ki Manteb Sudarsono. Lalu, sebagai pembanding, saya nonton juga beberapa lakon yang dimainkan dalang muda Bayu, putra dalang kondang Anom Suroto.

Dan tiba-tiba saya ingin nonton lagi pergelaran lama dalang legendaris masa lalu, almarhum Ki Narto Sabdho. Meski yang terakhir ini hanya mendengar suaranya, belum ada teknologi video zaman tahun 1960-1970 itu.

Sebenarnya sudah terlalu banyak lakon dari Narto Sabdho yang pernah saya dengar. Dari kaset. Satu lakon 12 kaset. Belum ada CD apalagi DVD atau USB.

Saya perlu melihat/mendengar semua itu agar tahu di mana posisi Seno Nugroho. Saya kan juga penggemar dalang-mati-muda lainnya: Ki Enthus Susmono. Yang saat meninggal menjabat sebagai Bupati Tegal, yang kelihatannya mengatur satu kabupaten lebih sulit dari mengatur satu kerajaan Hastinapura.

Seno memang istimewa.

Ia dalang untuk zamannya, zaman milenial ini. Ia melangkah lebih ke kekinian dari gurunya: Ki dalang Manteb Sudarsono. Ia beda benar dengan bapaknya: dalang Suparman.

Rasanya gaya Seno tidak akan lahir tanpa Ki Manteb, yang memang diakuinya sebagai gurunya.

Pak Manteb memang perintis adegan flash back dalam wayang, sepengetahuan saya. Gaya film beliau adopsi ke wayang.

Misalnya dalam lakon Bharatayuddha episode matinya Pandita Durna. Yang ia gelar selama 7,5 jam itu: adegan pertamanya langsung mengejutkan. Aneh sekali. Adegan pertama itu berupa berseliweran panah di layar. Tokoh pemeran pembuka di lakon itu: panah!

Bahkan di pergelaran Seno Nugroho praktis tidak ada lagi pertunjukan yang diawali dengan ”jejer”. Yakni rapat kabinet kerajaan. Yang monoton. Yang lambat. Yang panjang. Adegan rapat kabinet itu bisa satu jam sendiri.

Di adegan selanjutnya pun kita tidak tahu siapa urutan wayang yang muncul ke layar. Banyak unsur kejutannya.

Seno adalah Ki Manteb dalam bentuk yang lebih maju. Juga lebih kreatif. Meski juga lebih ”rusak-rusakan”. Dengan aransemen gamelan yang juga lebih kaya dan lebih masa kini.

Setelah pulang dari RS kemarin saya ragu: apakah masih punya waktu untuk mengamati perkembangan wayang kulit seintensif ini.

Saya bangga: wayang kulit, tontotan utama saya masa kecil, mengalami kemajuan begitu pesat. Adegan perangnya juga sudah lebih jumpalitan. Pakai salto segala. Saya tidak tahu siapa duluan memulai adegan salto itu: Bayu atau Seno.

Tapi Ki Manteb memang masih top. Termasuk dalam adegan perang. Ki Manteb menyiapkan wayang khusus untuk adegan bunuh-membunuh. Ketika Durna dibunuh, misalnya, kepala wayangnya bisa terpisah sungguhan dengan badan wayang. Lalu kepala Durna itu dijadikan bal-balan sungguhan.

Demikian juga ketika Werkudara membunuh Dursasana. Tangan wayang Dursasana bisa dimutilasi. Demikian juga kakinya.

Tentu adegan seperti itu pernah ditampilkan dalam wujud yang lebih dramatis di wayang golek Sunda. Yakni oleh dalang Sunda pujaan saya: Asep Sunarya, almarhum.

Ups… Terlalu panjang saya menulis soal wayang. Siapa yang masih mau membacanya.

Baiklah saya pindah topik. Ke filsafat cancel culture yang banyak saya baca tadi.

Saya tidak tahu bagaimana harus menerjemahkan cancel culture ke dalam bahasa Indonesia. Tapi melihat konteksnya, cancel culture baiknya diterjemahkan menjadi budaya penolakan. Atau budaya pengucilan.

Korban terbesarnya, dan terbarunya adalah Donald Trump. Presiden Amerika pada masanya itu. Ia ditolak untuk ”tetap bersama kita”. Ia dikucilkan.

Yang melakukan penolakan adalah Twitter, Facebook, dan YouTube. Trump dibredel secara permanen di medsos itu.

Perdebatannya adalah: siapa sebenarnya yang berhak melakukan cancel. Dalam hal apa cancel boleh dilakukan. Politik? Ekonomi? Gaya hidup? Atau di semua bidang?

Lalu siapa yang boleh di-cancel. Apa saja kriteria cancel itu.

Lebih rumit lagi: apakah budaya cancel tidak melanggar hukum? Lebih tinggi mana filsafat atau hukum? Mengapa ada tindakan ”menghukum” di luar hukum?

Bacaan pun melebar ke mana-mana. Termasuk ke sejarah: kapan cancel culture itu dimulai? Di mana?

Ternyata saya harus ke Yunani. Ke zaman tahun 500 sebelum Masehi. Internet benar-benar tanpa batas. Dari kamar sebuah rumah sakit bisa menjelajah ke perpustakaan mana pun di dunia. Zaman benar-benar gila!

Ternyata filsafat cancel culture ini lahir bersamaan dengan lahirnya filsafat demokrasi. Atau sedikit setelahnya. Cancel culture boleh dikata sebagai kelengkapan demokrasi. Artinya: demokrasi tidak jalan tanpa diikuti cancel culture.

Dalam praktik, di sebuah negara demokrasi, tetap saja banyak orang yang anti demokrasi. Di zaman itu. Tetap saja banyak pemimpin yang mengembangkan sikap otoriter.

Maka di zaman yang begitu kuno di Yunani diputuskanlah untuk dilakukan ”cancel” pada orang-orang yang anti demokrasi.

Cara meng-cancel-nya pun pakai cara demokrasi. Rakyat diminta mengajukan usul siapa saja orang yang dianggap anti demokrasi. Dalam satu periode tertentu. Satu tahun. Maka akan didapat sejumlah nama yang bersikap anti demokrasi.

Daftar nama itu lalu disajikan ke publik. Diadakanlah pemungutan suara. Siapa saja dari nama itu yang ”layak cancel”.

Mereka yang terpilih itulah yang akan di-cancel. Yakni tidak boleh hidup di Yunani selama 10 tahun. Harta bendanya dijamin aman. Mereka juga bisa mengajukan ”pertobatan” agar bisa pulang lebih awal.

Tentu waktu itu belum seperti sekarang. Coba kalau sekarang. Mereka tidak boleh tinggal di suatu negara. Akan pergi ke mana.

Dulu orang bisa hidup di luar negara. Sekarang semua tanah sudah ada pemiliknya.

Dan Twitter, rupanya sudah menjadi seperti negara. Trump harus hidup di luar negara itu. Seumur hidup, seumur hidupnya Twitter tentunya.

Bagi Trump hidup seperti itu tentu sulit. Apalagi ia tidak suka nonton wayang. (*)

Scroll for more
Tap
  • Populer

  • Terkini

  • Topik

  • Pencarian Kasilun yang Hilang di Hutan di Ajibarang Dihentikan
    Banyumas
    Jumat, 5 Maret 2021 - 10:00
  • Gang Sadar Setahun Tutup, Ada yang Listriknya Dicabut, Airnya Dicabut, Dikontrakan, Sampai Dijual
    Banyumas
    Rabu, 3 Maret 2021 - 10:23
  • Peternak Ayam Petelur Dituntut Satu Tahun, Istri Terdakwa Menangis di PN Banyumas
    Banyumas
    Selasa, 2 Maret 2021 - 12:22
  • Enam Nama Bersaing dalam Muscab untuk Ketum PHRI
    Banyumas
    Senin, 1 Maret 2021 - 13:31
  • Kasilun, Warga Kalitapen Purwojati Dikabarkan Hilang di Hutan Igir Ajibarang, Tagana Terus Mencari
    Banyumas
    Selasa, 2 Maret 2021 - 14:36
  • Wisuda Terapkan Prokes, UMP Jadi Percontohan Kampus Lain
    Purwokerto
    Sabtu, 6 Maret 2021 - 10:56
  • KPK Sita Uang Rp 1,4 Miliar, Kasus Korupsi Gubernur Nurdin Abdullah Nonaktif Sumsel
    Nasional
    Sabtu, 6 Maret 2021 - 10:55
  • Raline Shah Berharap Dapat Jodoh, Berkelakar 21 Tahun
    Intermezo
    Sabtu, 6 Maret 2021 - 10:52
  • KLB Demokrat Kubu Jhoni Allen Marbun cs Melengserkan AHY, Tetapkan Moeldoko Jadi Ketum, AHY Sebut Dagelan Politik
    Nasional
    Sabtu, 6 Maret 2021 - 10:51
  • Kartu Prakerja Berlanjut Hingga 2022, Sasar Calon Pengantin, Cegah Keluarga Miskin Baru
    Nasional
    Sabtu, 6 Maret 2021 - 10:44
    • Index Berita
    • Majenang
    • Vaksin virus Covid-19 Sinovac
    • Cilongok
    • Perbaikan Jalan
    • Pencurian
    • Pekuncen
    • Kemranjen
    • Dugaan Kasus Korupsi
    • Bupati Banjarnegara

Mblaketaket

    Mblaketaket Radarbanyumas
  • Nyanyi Karo Tengkureb
    Senin, 4 Desember 2017 - 05:05
  • Jeneng Daplun Diarani Wagu
    Sabtu, 2 Desember 2017 - 05:05
  • Diuber Celeng
    Kamis, 23 November 2017 - 05:05
  • Mobil Nabrak Tiyang Listrik
    Sabtu, 18 November 2017 - 19:35
Catatan Dahlan Iskan
  • Bukan Utang
    Sabtu, 6 Maret 2021 - 10:45
  • Barikade Made In China
    Jumat, 5 Maret 2021 - 10:43
Catatan Azrul Ananda
  • Review The Last Dance: Cari Calo Nonton Bulls
    Rabu, 22 April 2020 - 15:23
  • Bumi Bersih-Bersih
    Rabu, 15 April 2020 - 15:16
RADAR Banyumas

Surat kabar harian terbesar di Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap & Kebumen) termasuk bagian dari grup Jawa Pos, berkantor pusat di Kota Purwokerto.

Harian Radar Banyumas pertama kali terbit tahun 1998. Mulai Tahun 2016 Mulai merambah media online dan menjadi media terbesar dan terpercaya di area Barlingmascakeb.

Berlangganan

Masukkan alamat email Anda untuk berlangganan Radar Banyumas edisi online dan menerima pemberitahuan mengenai berita-berita terbaru dari Koran Radar Banyumas Online setiap harinya melalui email.

Radar Banyumas Online

  • Redaksi
  • Layanan Iklan & Berlangganan Koran
  • Privacy Policy
  • Terms of Services
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2016-2019 Radar Banyumas Network.