• Fokus Utama
    • Purwokerto
    • Banyumas
    • Purbalingga
    • Banjarnegara
    • Cilacap
    • Kebumen
  • Berita Umum
    • Internasional
    • Nasional
    • Jawa Tengah
    • Pendidikan
    • Tekno
  • Olahraga
    • Sepakbola
    • MotoGP
    • Formula 1
    • Gowes
  • Insiden
  • Features
    • Expresi
    • Komunitas
    • Metrobis
    • Fotomotif
    • KampusKita
    • Visite
    • Wanita
  • Lintas Serba-serbi
  • Intermezo
  • Mblaketaket
  • Catatan Dahlan Iskan
  • Catatan Azrul Ananda

RADAR Banyumas - Situs Berita Online Terbesar di BARLINGMASCAKEB

  • Fokus Utama
    • Rencana Pembangunan SPBU Jeruklegi, Kepala DPMPT-SP: Izin Terpenuhi, Sosialisasi Bukan Domain Kami
    • Ketersediaan Tempat Tidur Pasien Covid-19 Menipis, IGD RSUD Sempat Penuh, Pasien Diminta Menunggu
    • Pegiat Literasi: Game Online Ganggu Kepribadian, Termasuk Berkata Kasar Saat Bermain
    • Awal Tahun, Petani Dikejutkan dengan Harga Pupuk Subsidi yang Naik, Ini Harganya
    • Sudah Diperingatkan, Tetap Digelar, Hajatan dengan Organ Tunggal Dibubarkan Paksa di Purbalingga
    • Purwokerto
    • Banyumas
    • Purbalingga
    • Banjarnegara
    • Cilacap
    • Kebumen
  • Berita
    • Sempat Tertutup Material Longsor, Kini Jalan Raya Bruno-Kepil Wonosobo Kembali Normal
    • Pegiat Literasi: Game Online Ganggu Kepribadian, Termasuk Berkata Kasar Saat Bermain
    • Seleksi Guru Penggerak Angkatan Ke-3 Dibuka
    • 34 Korban Penumpang Sriwijaya Air SJ182 Teridentifikasi, Ini Daftar Nama-namanya
    • Pagi Tadi, Banjir Bandang di Gunung Mas Bogor, 474 Jiwa Mengungsi
    • Internasional
    • Nasional
    • Jawa Tengah
    • Pendidikan
    • Tekno
  • Olahraga
    • Musorkab KONI Banyumas Digelar Maret Mendatang
    • Leicester v Chelsea: Satu Guru
    • Selamat Datang Brivio
    • Bilbao Juara, Messi Diusir Wasit
    • Klopp dan Ole Kecewa
    • Sepakbola
    • MotoGP
    • Formula 1
    • Gowes
  • Insiden
    • Sempat Tertutup Material Longsor, Kini Jalan Raya Bruno-Kepil Wonosobo Kembali Normal
    • Sudah Diperingatkan, Tetap Digelar, Hajatan dengan Organ Tunggal Dibubarkan Paksa di Purbalingga
    • Hilang Kendali, Angkudes “Nyungsep” Saluran Irigasi di Ketenger Baturraden
    • 34 Korban Penumpang Sriwijaya Air SJ182 Teridentifikasi, Ini Daftar Nama-namanya
    • Pagi Tadi, Banjir Bandang di Gunung Mas Bogor, 474 Jiwa Mengungsi
  • Features
    • UMP Resmi Buka Prodi Akuakultur
    • Curug Pitu Sigaluh Banjarnegara Tawarkan Wisata Keluarga dan Adrenalin
    • Tamr Estate Sajikan Hunian Serasa Liburan, Natural Living with Harmoni
    • Parcel Balon untuk Ucapan Seremonial
    • Minta Seekor Kambing dan Ayam, Syarat Potong Rambut Gembel Zara
  • Intermezo
    • Mobil Mewah Hana Hanifah Tepis Dibelikan Gadun
    • Bebas, Vanessa Angel Segera Realisasikan Nazar, Tambah Anak
    • Nagita Slavina Tidak Mau Dimadu, Nagita: Kalau Mau, Aku Mundur
    • Pemeran Mak Lampir Meninggal Karena Covid-19
    • Nikita Mirzani Donasikan Rp200 Juta Korban Bencana Alam
  • Lintas Serba-serbi
    • Kerja – Kerja – Kerja, Wanita Ini Lupa Pernah Beli Rumah Seharga Rp 1,5 Miliar
    • Kisah Calon Penumpang Sriwijaya Air SJ-182 Asal Purwokerto, Tidak Jadi Berangkat Karena Reaktif
    • Sarah Jadi ‘Korban’ Sriwijaya Air karena KTP Dipinjam
    • Hari Sabar Suharno, Warga Ajibarang yang Paranoid Covid-19, Rumah Ditutup Seng, Pasang CCTV Untuk Pantau Tamu
    • Emak-Emak di Medan Rusak Lima Lokasi Judi hingga Hancur Lebur, Langsung Viral
  • More
    • Lintas Serba-serbi
    • Features
    • Intermezo
    • KampusKita
    • Mblaketaket
  • Facebook

  • Twitter

  • Instagram

  • Google+

  • YouTube

  • LinkedIn

Gua Leang

Catatan Dahlan Iskan
Selasa, 17 Desember 2019
Catatan Dahlan Iskan
Selasa, 17 Desember 2019


ISTIMEWA
NYARIS HANCUR : Gua Leang Bulusipong yang ada di Desa Silorong, Kabupaten Pangkep.

Kian banyak buktinya. Bahwa Adam bukanlah manusia pertama di bumi.

Bukti terbaru datang dari Sulawesi. Dari sebuah gua yang nyaris hancur, digerus escavator untuk jadi bahan baku pabrik semen di sebelahnya.

Di Tonasa.

Nama gua itu Leang Bulusipong. Di Desa Silorong, Kabupaten Pangkep. Dua jam dari Kota Makassar.

Di situ jenis alamnya agak aneh. Bergunung. Juga bergua-gua.

Salah satu mata airnya menjadi pusat wisata. Yang banyak kupu-kupunya.

Di dalam salah satu gua itulah ditemukan lukisan kuno di dindingnya.

Gambar kerbau. Atau Anoa. Gambar itu dilukis setidaknya 40.000 tahun silam.

Jauh lebih tua dari Nabi Adam. Yang diperkirakan hidup 8.000 tahun lalu.

Kawasan ini memang gugusan pegunungan kapur. Yang sangat luas.

Yang kapurnya amat bagus untuk bahan baku semen. Itulah sebabnya pabrik Semen Tonasa didirikan di sebelah perbukitan ini.

Beberapa unit sekaligus.

Demikian juga pabrik semen swasta Bosowa. Milik keluarga Akhsa Mahmud. Penggerusan bukit pun berlangsung tiada henti. Diperkirakan tidak akan habis selama 100 tahun.

Masih berapa kilometer lagi penggerusan itu sampai ke Gua Leang Bulusipong?

“Bukan berapa kilometer pak. Tinggal beberapa meter lagi,” ujar Iwan Sumantri. Ia ahli arkeologi dari Universitas Hasanuddin, Makassar.

Dari nama belakangnya yang Sumantri, Iwan seperti orang Jawa. Padahal asli Bugis. Ia sarjana antropologi Unhas. Lalu mengambil dua master sekaligus: di Unhas untuk Antropologi dan di Universitas Indonesia untuk Arkeologi.

Menurut Iwan, penemuan lukisan kuno itu terjadi lima tahun lalu. Tapi belum diteliti secara ilmiah.

Seberapa pentingkah lukisan itu untuk ilmu pengetahuan?

Mula-mula hanya anak kampung sebelah yang suka masuk gua itu. Main-main di situ. Tidak berbahaya. Tidak terlalu dalam.

Mulut gua itu sekitar 1 meter. Kian ke dalam kian besar.

“Ada gambar kerbau di dalam gua,” begitu pembicaraan anak-anak di kampung itu. Yang jaraknya sekitar 3 km dari mulut gua.

Petugas arkeologi setempat lantas masuk gua. Melaporkan penemuan itu ke kantornya di Makassar. Dikirimlah tim arkeolog setempat.

Lantas dilaporkan pula ke Balai Arkeologi Pusat di Jakarta.

Pihak Semen Tonasa merespon dengan nyata: tidak lagi mengambil bahan baku dari dekat Gua Leang itu. Tonasa menjadikan kawasan tersebut sebagai cagar budaya. Seluas sekitar 3 km persegi.

Adalah ahli dari Griffith University, Australia, yang memastikan nilai ilmiah lukisan di gua itu.

Dua tahun lalu ahli-ahli dari Griffith melakukan penelitian di Leang. Lalu datang lagi membawa peralatan, berupa ditektor. Itulah ditektor nuklir.

Dari situ dipastikan lukisan di Gua Leang itu paling tidak berumur 44.000 tahun.

“Saya sudah meneliti ratusan gua seperti itu. Belum pernah ada yang seperti ini,” ujar Adam Brumm ahli dari Griffith University.

Brumm mengadakan konferensi pers untuk penemuannya yang begitu sexy. Di Kemendiknas Jakarta. Dalam konferensi pers itu Brumm juga mengundang ahli dari Unhas seperti Iwan Sumantri.

Jurnal ilmiah Nature kemudian mempublikasikannya minggu lalu. Dunia arkeologi pun heboh.

Saya pun menghubungi ahli nuklir Universitas Gadjah Mada. Saya ingin tahu bagaimana nuklir dipakai untuk mengukur umur sebuah lukisan. Atau umur apa pun.

“Sudah ada detektor untuk mengukur kandungan C14 di sebuah benda,” ujar Dr Yudiutomo Imardjoko, ahli nuklir UGM. “Detektor bisa membaca: di barang itu masih mengandung C14 berapa Ci,” tambahnya.

Dr Yudiutomo sekarang menjabat Direktur Utama PT Ensterna, sebuah perusahaan irradiasi yang kami dirikan bersama.

Menurut Yudiu, begitu kami biasa memanggilnya, metode itu ditemukan Prof Willard Libby. Prof Libby adalah peraih hadiah Nobel bidang kimia tahun 1960.

Radiocarbon (14C), katanya, adalah hasil interaksi antara sinar kosmis dan nitrogen. Radiocarbon itu lantas bergabung dengan oksigen di atmosfir. Terbentuklah carbon dioksida radioaktif. Yang digunakan tumbuhan untuk fotosintesis.

Sejak sebuah pohon atau hewan mati interaksi itu berakhir. Demikian pula sejak lukisan itu selesai dibuat. “Kandungan 14C-nya terus menurun. Berapa sisa kandungan 14C di situ menentukan sudah berapa lama tumbuhan itu mati,” ujar Dr. Yudiu.

Saya pun minta tolong wartawan harian Fajar di Pangkep, Sakina. Yang harus langsung naik motor. Harus ke Gua Leang. Untuk memotretnya. Demi DI’s Way.

Teori memang menyebutkan manusia pertama ada di Afrika. Lalu menyebar. Melalui Yaman. Di Yaman itulah mereka berpisah. Ada yang ke arah utara. Ada yang ke arah timur.

Yang ke utara mencapai Jerman dan Eropa lainnya. Mereka hidup di gua-gua. Makhluk ini disebut Neanderthal. Sedikit lebih kecil dari manusia Jerman sekarang.

Waktu saya melakukan test DNA di Amerika diketahuilah: saya ini juga keturunan Neanderthal.

Dalam darah saya terdapat 2 persen darah Neanderthal. Ada juga darah Tionghoa, Arab, Indian Amerika, dan yang dominan adalah darah Asia Tenggara.

Sebagian yang mengarah ke timur sampailah ke India, Sulawesi, dan Australia.

Ahli-ahli Australia antusias ke Sulawesi. Ingin mencari hubungan gua itu dengan suku asli Aborigin di sana.

Dari gua di Sulawesi itu akan banyak diungkap kenyataan baru. Tentang perjalanan sejarah manusia.

Yang tidak percaya pun akan punya banyak alasan. Dan ribuan dalih. (*)

Scroll for more
Tap
  • Populer

  • Terkini

  • Topik

  • Kerja – Kerja – Kerja, Wanita Ini Lupa Pernah Beli Rumah Seharga Rp 1,5 Miliar
    Lintas Serba-serbi
    Senin, 18 Januari 2021 - 13:12
  • Indah Permatasari dan Arie Kriting Menikah Tak Direstui Orangtua
    Intermezo
    Rabu, 13 Januari 2021 - 11:04
  • Bikin Kandang Merpati, Dua Orang Meninggal Tersengat Listrik di Grendeng Purwokerto
    Insiden
    Rabu, 13 Januari 2021 - 09:40
  • Keluar dan Masuk Banyumas Wajib Tunjukkan Hasil Rapid Antigen
    Banyumas
    Selasa, 19 Januari 2021 - 13:49
  • Vaksin Covid di Banyumas Resmi Mundur, Ini Jadwalnya
    Banyumas
    Rabu, 13 Januari 2021 - 10:31
  • Sempat Tertutup Material Longsor, Kini Jalan Raya Bruno-Kepil Wonosobo Kembali Normal
    Insiden
    Selasa, 19 Januari 2021 - 18:20
  • Rencana Pembangunan SPBU Jeruklegi, Kepala DPMPT-SP: Izin Terpenuhi, Sosialisasi Bukan Domain Kami
    Cilacap
    Selasa, 19 Januari 2021 - 15:05
  • Ketersediaan Tempat Tidur Pasien Covid-19 Menipis, IGD RSUD Sempat Penuh, Pasien Diminta Menunggu
    Cilacap
    Selasa, 19 Januari 2021 - 14:39
  • Pegiat Literasi: Game Online Ganggu Kepribadian, Termasuk Berkata Kasar Saat Bermain
    Banyumas
    Selasa, 19 Januari 2021 - 14:35
  • Awal Tahun, Petani Dikejutkan dengan Harga Pupuk Subsidi yang Naik, Ini Harganya
    Banyumas
    Selasa, 19 Januari 2021 - 14:29
    • Index Berita
    • Kecelakaan
    • Longsor
    • Obyek Wisata
    • Bencana Alam
    • Pemkab Banyumas
    • Vaksin virus Covid-19 Sinovac
    • Bupati Banyumas
    • Tanah Longsor
    • Kasus Pencabulan

Mblaketaket

    Mblaketaket Radarbanyumas
  • Nyanyi Karo Tengkureb
    Senin, 4 Desember 2017 - 05:05
  • Jeneng Daplun Diarani Wagu
    Sabtu, 2 Desember 2017 - 05:05
  • Diuber Celeng
    Kamis, 23 November 2017 - 05:05
  • Mobil Nabrak Tiyang Listrik
    Sabtu, 18 November 2017 - 19:35
Catatan Dahlan Iskan
  • Tirta Marah
    Selasa, 19 Januari 2021 - 10:57
  • Peluang Medsos
    Senin, 18 Januari 2021 - 09:57
Catatan Azrul Ananda
  • Review The Last Dance: Cari Calo Nonton Bulls
    Rabu, 22 April 2020 - 15:23
  • Bumi Bersih-Bersih
    Rabu, 15 April 2020 - 15:16
RADAR Banyumas

Surat kabar harian terbesar di Barlingmascakeb (Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap & Kebumen) termasuk bagian dari grup Jawa Pos, berkantor pusat di Kota Purwokerto.

Harian Radar Banyumas pertama kali terbit tahun 1998. Mulai Tahun 2016 Mulai merambah media online dan menjadi media terbesar dan terpercaya di area Barlingmascakeb.

Berlangganan

Masukkan alamat email Anda untuk berlangganan Radar Banyumas edisi online dan menerima pemberitahuan mengenai berita-berita terbaru dari Koran Radar Banyumas Online setiap harinya melalui email.

Radar Banyumas Online

  • Redaksi
  • Layanan Iklan & Berlangganan Koran
  • Privacy Policy
  • Terms of Services
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2016-2019 Radar Banyumas Network.