PURWOKERTO-Pajak hotel kelas melati yang dinilai tidak rasional menuai sorotan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten Banyumas. Berdasarkan laporan dari BKD kabupaten Banyumas, hotel-hotel kelas melati membayar tidak sesuai dengan porsinya.
Supangkat Wakil Ketua DPRD mengatakan, sudah ada kebijakan yang mengatur soal pajak hotel. Besarannya juga telah ditentukan yakni 10 persen.
“Yang diperlukan adalah kejujuran dari para pelaku usaha hotel,” katanya kepada Radarmas, Kamis (31/10).
Dia menambahkan, perlu komitmen yang kuat baik dari pelaku usaha perhotelan dan juga petugas pajak. Petugas pajak, menurutnya, mesti lebih inovatif lagi untuk menemukan jalan keluar bagi persolan tersebut.
“Petugas pajak harus lebih jeli dan cermat lagi. Selain itu juga lebih inovatif,” imbuhnya.
Diakuinya jika dari sektor pajak hotel dapat berjalan baik dapat menambah pendapatan daerah. Fenomena seperti ini dilihatnya laksana gunung es yang tidak pernah selesai.
“Kesadaran untuk bayar pajak bagi para pengusaha juga sangat penting. Solusinya kesadaran yang baik dan petugas pajak agar lebih jeli dan inovatif lagi,” tandasnya.
Sebelumnya, laporan dari BKD, hotel-hotel yang kerap kali membayar tidak sesuai dengan porsinya yaitu hotel-hotel kelas melati.
“Mereka bayar pajak selalu segitu, yaitu kisaran Rp 50.000 sampai Rp 100.000,” kata Maryono Kepala Bidang Penagihan dan Administrasi Pendapatan (PAP) BKD kabupaten Banyumas.
Menurutnya, jumlah pembayaran pajak tersebut tidak masuk akal. Sebab, tarif pajak hotel ditetapkan 10 persen.
“Misal bayar pajak hanya Rp 100.000, artinya pendapatan hotel tersebut Rp 1 juta. Misal gaji satu karyawan Rp 1 juta, maka habis untuk bayar satu karyawan,” ucap dia.
Pihaknya mengatakan, tahun lalu sempat melakukan pemantauan terhadap hotel-hotel tersebut. Meski sempat naik, namun tidak begitu banyak.
“Namun setelah selesai pemantauan, kembali lagi bayar pajak seperti sebelumnya,” imbuh dia. (aam)
Facebook
Twitter
Instagram
Google+
YouTube
LinkedIn