darno/radarmas
PASANG PORTAL: Warga bergotong royong memasang portal dengan drum bekas agar truk pengangkut pasir tidak bisa lewat. Warga mengeluhkan jalan yang rusak namun tidak juga mendapat tanggapan.
BANJARNEGARA – Warga Dusun Pengantulan dan Kalilandak Desa Wanadri Kecamatan Bawang keberatan jalan desa digunakan sebagai jalur angkutan tambang pasir putih. Sebab jalan menjadi berdebu saat kemarau dan becek saat hujan.
Warga beralasan penutupan ini dilakukan setelah melakukan berbagai upaya. Namun belum juga memperoleh jawaban yang memuaskan. Sehingga warga akhirnya memortal jalan di atas perkampungan di Pengantulan. Warga menggali jalan dan memasang dua buah drum bekas sebagai portal, Jumat (25/10). Pemasangan portal ini diprotes awak angkutan pasir putih.
Mereka khawatir pemasangan portal ini akan mematikan jalan rezeki mereka.
Warga dan awak angkutanpun terlibat adu mulut di lokasi. Saling adu argumenpun memicu emosi. Sehingga sejumlah massa meneriakkan ajakan untuk anarkis. Bahkan hampir terjadi bentrokan fisik. Kejadian ini terjadi sebelum Jumatan.
Saat itu, petugas berupaya menenangkan massa dan meminta perwakilan dari warga dan penambang untuk bermediasi setelah Jumatan.
Kapolsek Bawang AKP Nanang Aris Widodo mengatakan untuk mengantisipasi kericuhan, pihaknya mengerahkan cukup banyak personel. “Kita tidak mau under estimate
Untuk antisipasi, kita jaga dengan personel Dalmas 15 orang, Polsek delapan orang, Reserse enam orang dan tujuh orang intel,” jelasnya.
Setelah bersitegang di lokasi jalan yang diportal, akhirnya petugas meminta agar dilakukan mediasi di Balai Desa Wanadri.
“Disepakati, kesepakatannya dari pihak warga minta jalan biar tidak berdebu disiram. Kompensaai juga ada.
Kompensasinya yang jelas, agar warga jadi tahu,” jelasnya.
Nanang mengatakan setelah tercapai kesepakatan, portal langsung dibuka.
Pj Kades Wanadri Slamet Irianto mengatakan sebelum ada insiden ini, pihaknya berencana membuat Perdes tentang hal ini
“Akan diperdeskan sebagai payung hukum. Jika ada masalah, biar Perdes yang bicara. Siapa yang menyalahi Perdes itu. Jangan menyalahkan Perdesnya,” paparnya.
Slamet mengatakan terkait kompensasi, sebenarnya sudah berlangsung sejak dulu
“Sudah jalan, sebenarnya sudah transparan. Sudah terbuka, tapi yang namanya terbuka tidak boleh telanjang,” jelasnya.
Konoensasi ini besarannya Rp 3 ribu per rit. Namun dalam kesepakatan baru ini, baik menjadi Rp 4 ribu per rit.
Tambahanya Rp 1 ribu, untuk kelompok Kalilandak.
Rinciannya Rp 2 ribu ke kelompok Pengantulan, Rp 1 ribu ke kelompok Kalilandak dan Rp 1 ribu untuk operasional pemerintah desa.
Dia menjelaskan saat ini kas kelompok Pengantulan masih ada di rekening sebesar Rp 24 juta.
“Kalilandak belum, karena sebelumnya belum ada pemasukan untuk Kalilandak,” jelasnya.
Teknis pembayarannya, sesuai dengan nota dari muatan di setiap pengusaha.
“Setiap pengusaha ada notanya untuk membayar dana CSR ini. Misal satu Minggu 10 rit ya dikasih 10 rit. Kalau vakum ya ngga ada,” jelasnya
Dia menegaskan kompensasi ini bukan
tol. “Dana CSR, kalau tol desa yang kena. Dikira pungutan,” tegasnya. (drn/acd)
Facebook
Twitter
Instagram
Google+
YouTube
LinkedIn