BANTUAN : Nenek Tasem saat mendapat bantuan penopang kaki. FIJRI RAHMAWATI/RADARMAS
KEMRANJEN – Nasib malang menimpa nenek Tasem (75). Sudah 28 tahun lamanya, warga Desa Kecila Kecamatan Kemranjen itu harus hidup dengan satu kaki. Kaki kirinya telah lama diamputasi karena hancur tertabrak kereta saat mengasong di gerbong kereta api.
Tidak adanya sentuhan medis selama puluhan tahun, membuat nenek Tasem kerap menahan rasa sakit. Hanya dengan kapsul dumex dan betadine sebagai penawar. “Masih sering merasa sakit. Seperti berdenyut-denyut, kesemutan, nyeri dan gatal,” ujar nenek yang tinggal bersama anak keduanya, Tasiyah, Senin (17/9).
Nenek Tasem harus merelakan kaki kirinya. Ketika itu, dia tengah mengasong di gerbong kereta api. Lantaran terpeleset dan jatuh, kereta api yang menjadi tempat menggantungkan hidupnya dulu itu, melindas kaki kirinya hingga hancur.
Semenjak itu, ujung kaki yang diamputasi berbalut lapisan kaos kaki kumal. Untuk menyambung kaki, Tolchah, menantunya, membeli kaki palsu dari seng seharga Rp 40 ribu. Sedangkan keseharian nenek yang sudah tuna rungu itu, berjalan dengan penopang kayu dengan kondisi lapuk.
Kondisi nenek Tasem bersama anak dan menantunya diperparah dengan rumah tidak layak huni. Dinding rumah yang terbuat dari bambu nyaris jebol di semua sisi. Lantai berupa tanah tanpa memiliki kamar mandi.
“Sangat memprihatinkan, tidak ada jamban, tidak ada kasur dan bantal, tidak ada lemari. Tapi tidak mendapatkan bantuan rastra atau PKH,” jelas Pekerja Sosial Masyarakat, Lasminah. (fij/why)
Facebook
Twitter
Instagram
Google+
YouTube
LinkedIn