CILACAP – Mekanisme pembahasan Upah Minimum Kabupaten (UMK) Tahun 2022 yang menghasilkan usulan kenaikan UMK 2022 sebesar Rp 1.800 mendapat sorotan dari kelompok pekerja. Mereka menilai, proses pembahasan UMK cukup instans dan tidak mengakomodir aspirasi unsur pekerja.
Ketua DPC Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan, Minyak dan Gas Bumi dan Umum (SPKEP) Kabupaten Cilacap Dwi Antoro Widagdo mengatakan, rapat Dewan Pengupahan Kabupaten (DPKab) terkait UMK 2022 hanya dilakukan dua kali. Pertama rapat sosialisasi, dan kedua pleno usulan UMK.
“Itu yang kita sesalkan. Apalagi UMK Cilacap yang secara substansi belum memenuhi KHL (Kebutuhan Hidup Layak). Terutama wilayah kota, yang pasti memerlukan pembahasan mendalam,” ungkap Widagdo, Selasa (23/11).
Dia menambahkan, secara prinsip sebenarnya pihaknya tidak mempersoalkan PP nomor 36 tahun 2021 terkait pengupahan. Satu hal penting sebelumnya menetapkan atau mengusulkan UMK menurut dia adalah bagaimana KHL terpenuhi terlebih dahulu.
Karena sejak awal penyatuan UMK, dari tiga UMK yakni UMK Cilacap timur, UMK Cilacap kota, dan UMK Cilacap barat, wilayah Cilacap kota menurut dia yang paling dirugikan. Dari survey KHL pihaknya, UMK untuk wilayah kota minimal sebesar Rp 2.461.188. Artinya dengan kenaikan sebesar Rp 1.800 dari UMK tahun 2021 yang sebesar Rp 2.228.904 atau menjadi Rp 2.230.904 masih jauh dari pemenuhan KHL.
“Sejak penyatuan UMK dari tiga menjadi satu, itu wilayah kota yang paling dirugikan, yang sebetulnya KHL sudah 100 persen (untuk wilayah kota). Ini malah diturunkan, ini yang jadi masalah,” jelasnya.
Dengan kondisi saat ini, di mana UMK 2022 hanya diusulkan naik Rp 1.800 dari UMK tahun 2021 yang sebesar Rp 2.228.904, pihaknya membuka wacana untuk memberlakukan kembali 3 UMK atau 2 UMK di Kabupaten Cilacap. Yakni UMK Cilacap kota, Cilacap timur dan Cilacap barat, atau dua UMK yakni Cilacap timur dan kota satu UMK, dan UMK Cilacap barat.
“Yang penting penuhi KHL dulu, baru kemudian menyesuaikan PP nomor 36 tahun 2021 silahkan,” terangnya.
Ketua DPKab Cilacap Diddik Nugraha menyampaikan, kenaikan sebesar Rp 1.800 pada UMK 2022 sudah sesuai dengan acuan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan sesuai dengan PP nomor 36 tahun 2021.
“Angka-angka itu, dan angka variabelnya sudah ada dari BPS, dan ketemu ada kenaikan di angka 0,08 persen,” kata dia.
Kenaikan 0,08 persen dengan mengacu PP nomor 36 tahun 2021 menurut dia tidak hanya dilakukan di Cilacap saja, tetapi juga secara nasional. Di masa pandemi covid-19 yang belum berakhir, pemerintah menurut dia memiliki kepentingan bagaimana menjaga iklim investasi dan pemerataan.
“Jangan sampai yang tinggi tambah tinggi, seperti UMK DKI Jakarta dan Jawa Barat itu naiknya juga tidak seberapa,” tandasnya. (nas)
Facebook
Twitter
Instagram
Google+
YouTube
LinkedIn