UNJUK RASA: Sejumlah perempuan melakukan aksi memperingati Hari Perempuan Internasional di Patung Kuda Arjuna Wiwaha, Jakarta, Senin (8/3/2021).
JAKARTA – Para perempuan seharusnya semakin lega dengan telah disahkannya Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Berbagai macam bentuk kekerasan seksual kini jelas payung hukumnya di bawah UU yang telah diusulkan sejak 10 tahun lalu tersebut.
Salah satunya mengenai pelecehan seksual nonfisik. Yakni, segala pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah pada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan.
Berdasar Pasal 5 UU TPKS, pelaku perbuatan seksual nonfisik dapat dipidana hingga 9 bulan penjara. Pelaku juga bisa terkena pidana denda paling banyak Rp 10 juta.
Dulu jenis kekerasan itu sering kali luput dari upaya penegakan hukum. Alasannya, tidak ada bukti yang dapat menguatkan. Sehingga kerap kali perempuan harus menelan mentah-mentah pelecehan nonfisik yang mereka dapatkan.
Padahal, jenis pelecehan itu juga menimbulkan trauma bagi sebagian perempuan. Misalnya, catcalling (panggilan yang mengandung unsur pelecehan).
“Sekarang kesaksian korban sudah dapat menjadi bukti,” ungkap Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad kemarin (20/1).
Kasus lainnya ialah kekerasan seksual berbasis elektronik. Meski masuk dalam kategori delik aduan, minimal kini perempuan bisa lebih terlindungi. Dalam UU tersebut, pelaku bisa terancam pidana penjara paling lama empat tahun bila dengan sengaja melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Sementara itu, anggota DPR RI Diah Pitaloka mengatakan, UU TPKS adalah hadiah untuk Hari Kartini. Pengesahan RUU TPKS menjadi UU merupakan perjuangan perempuan Indonesia.
Laman Berikutnya: 1 2
Facebook
Twitter
Instagram
Google+
YouTube
LinkedIn