SENYUM DIBALIK MASKER: Sebagai penderita Thalasemia mayor yang harus rutin transfusi darah, Dinar tetap semangat mengajar sebagai dosen di UNU Purwokerto layaknya orang normal. Dinar Faiza untuk Radarmas
Dinar Faiza (33) tidak pernah menyangka bahwa dirinya didiagnosis menderita Thalasemia mayor. Sungguh perjalanan hidup tidak mudah baginya sejak terdeteksi Thalasemia mayor di usia enam bulan hingga saat ini menginjak 33 tahun. Yang cukup menginspirasi, Dinar tetap bisa berkarir layaknya orang sehat pada umumnya.
Dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Purwokerto ini, tak pernah patah semangat ditengah kondisi kesehatan yang mewajibkannya transfusi darah rutin tiga sampai empat minggu sekali.
Kepada Radarmas, Dinar mengungkapkan butuh waktu untuk bisa menerima kenyataan Thalasemia mayor dalam dirinya. Banyak perjuangan untuk bisa survive menerima Thalasemia mayor. Tak menjadikan Thalasemia mayor sebagai kesedihan, Dinar justru melihatnya sebagai anugerah Tuhan untuk membuatnya menjadi penyabar.
“Berjuang 33 tahun transfusi darah rutin dengan tetap menjalani banyak aktivitas sampai lulus S2 di UGM seperti teman-teman lainnya menjadi perjuangan hidup yang berkesan bagi saya,” katanya.
Sedikit berbagi cerita, sewaktu kuliah di Yogyakarta setiap bulan dirinya lebih memilih pulang ke Banyumas untuk transfusi darah di RSUD Banyumas. Dimatanya rumah sakit milik Pemkab Banyumas itu terbaik dalam pelayanan bahkan jika harus dibandingkan dengan rumah sakit lain di kota-kota besar seperti Yogyakarta.
Di RSUD Banyumas, penderita Thalasemia seperti dia tidak perlu mengantri lama. Untuk mendapatkan darah pun tidak harus datang ke PMI sendiri.
Laman Berikutnya: 1 2
Facebook
Twitter
Instagram
Google+
YouTube
LinkedIn