JAKARTA – Tim penyidik kepolisian belum menetapkan eks Sekretaris Umum FPI Munarman sebagai tersangka. Tim penyidik masih terus melakukan pemeriksaan.
Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan, Munarman belum ditetapkan sebagai tersangka kasus terorisme. Tim penyidik memiliki tenggat waktu sebelum menetapkan seseorang sebagai tersangka.
“Penyidik punya waktu 21 hari (tetapkan status),” ujarnya saat dihubungi, Rabu (28/4).
Disebutkan Ramadhan, hal tersebut diatur dalam Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Munarman diperiksa terkait kasus pembaiatan di beberapa lokasi. Munarman dibawa ke Polda Metro Jaya usai ditangkap pada Selasa, 27 April 2021.
“Terkait kasus baiat di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, kemudian kasus baiat di Makassar, dan ikuti baiat di Medan, “ujarnya.
Tuding Langgar HAM
Penangkapan terhadap kuasa hukum Habib Rizieq Shihab, Munarman dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Tim kuasa hukum Munarman juga mengaki kesulitan menemui kliennya.
Hariadi Nasution, anggota tim kuasa hukum Munarman yang diberi nama Tim Advokasi Ulama dan Aktivis (TAKTIS), menyebut pihaknya kesulitan untuk menemui kliennya di Polda Metro Jaya usai ditangkap.
“Hingga saat ini, kami sebagai kuasa hukum mengalami kesulitan untuk bertemu dengan klien kami,” ujar Hariadi dalam keterangannya, Rabu (28/4).
Dia mengatakan, ada prosedur hukum yang akan dilanggar aparat jika Munarman tidak diberi akses ke pengacaranya. Berdasarkan Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 56 Ayat (1) KUHAP, Munarman seharusnya mendapatkan bantuan hukum dari penasihat hukum yang dipilihnya sendiri, terlebih ancaman pidana yang dituduhkannya di atas 5 tahun.
“Jadi (Munarman) wajib mendapatkan bantuan hukum,” tegasnya.
Terkait penangkapan oleh Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri dengan cara menyeret Munarman dari dalam rumahnya dan dibawa ke Polda Metro Jaya, dinilai melanggar prinsip-prinsip HAM.
“Penangkapan Munarman dengan cara menyeret paksa di kediamannya, kemudian menutup mata yang bersangkutan saat turun dari mobil di Polda Meteo Jaya, secara nyata telah menyalahi prinsip hukum dan HAM sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 28 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas UU No.15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,” terangnya.
Dikatakannya, cara-cara paksaan semacam itu tidak perlu dilakukan polisi. Sebab Munarman adalah orang yang taat dan mengerti hukum.
Selain itu, dikatakan Hariadi, tim kuasa hukum juga menyesalkan langkah kepolisian yang tidak melayangkan surat panggilan kepada Munarman.
Terkait tuduhan keterlibatan Munarman dengan ISIS, Hariadi dengan tegas membantahnya.
“Terhadap tuduhan keterlibatan klien kami dengan ISIS, sejak awal klien kami dan ormas FPI telah secara jelas membantah keras karena menurut klien kami tindakan ISIS tidak sesuai dengan yang diyakini oleh klien kami,” katanya.
Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan, tindakan Densus 88 sudah sesuai stadar. Semua pelaku yang ditangkap dalam kasus terorisme diperlakukan seperti itu.
“Standar internasional penangkapan tersangka teroris ya seperti itu. Kejahatan teror itu adalah kejahatan terorganisir yang jaringannya luas sekali,” kata Ramadhan.
Ramadhan menjelaskan, ada dua pertimbangan utama pelaku terorisme diperlakukan seperti itu. Pertama, penangkapan satu jaringan teroris akan membuka jaringan yang lainnya. Kedua, sifat bahayanya kelompok teror yang bisa berujung keselamatan jiwa petugas lapangan.
“Dalam hukum ada azaz persamaan di muka hukum. Pertanyaannya kan semua pelaku teror juga ditutup matanya, kenapa begitu Munarman kok pada ribut? Sama perlakuan terhadap semua orang untuk kasus terorisme,” jelasnya.
Dukung Polisi
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi III DPR Jazilul Fawaid mengaku mendukung tindakan yang dilakukan oleh pihak kepolisian tersebut. Sebab terorisme sangat tidak dibenarkan apapun bentukya.
“Tentu kami mendukung upaya pemerintah dan polisi dalam melakukan pencegahan dan penindakan terhadap semua gerakan terorisme atas nama apapun. Pelaku Terorisme harus ditindak tegas, ujar Jazilul kepada wartawan, Rabu (28/4).
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengatakan, ditangkapnya pengacara Habib Rizieq Shihab tersebut sudah berdasarkan pada bukti-bukti yang ada. Sehingga tidak mungkin polisi main tangkap tanpa adanya bukti.
“Polisi tidak dapat melakukan tindakan penangkapan tanpa bukti dan keterangan yang cukup. Kami yakin sudah ada bukti permulaan yang cukup dan menunggu status hukum perbuatan yang melanggar hukum,” katanya.
Wakil Ketua MPR ini meminta di bulan suci Ramadan ini sebaiknya masyarakat jangan melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum di Indonesia. Apalagi terkait kasus tindak pidana terorisme.
“Pada bulan suci Ramadan hendaknya jangan dicoreng dengan aksi yang melanggar hukum. Kita umat Islam wajib jaga ketertiban,” ungkapnya. (gw/fin/jpc)
Facebook
Twitter
Instagram
Google+
YouTube
LinkedIn