
JAKARTA – Diterbitkannya Undang-Udang Cipta Kerja (UU Cipataker) akan menggeliatkan perekonomian di Tanah Air, salah satunya sektor pertanian akan menjadi berkembang.
Optimistis itu disampaikan oleh Deputi II Pangan dan Agrobisnis Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud. Dikatakan, UU Ciptaker merevisi UU terkait investasi dan menghapus diskriminasi terhadap Foreign Direct Investment (FDI) atau investasi asing dalam UU sektoral untuk mendorong investasi.
“Sehingga ketika investasi tumbuh, ini akan menciptakan lapangan kerja baru dan mengurangi kemiskinan,” ujar Musdhalifah kepada Fajar Indonesia Network (FIN) kemarin (18/2).
Disebutkan, terdapat beberapa pasal yang diubah dalam UU sektoral, yang kemudian diintegrasikan kepada UU Ciptaker. Adalah, UU Nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan misalnya, ada 26 pasal yang diubah serta tujuh pasal yang dihapus. Kemudian UU 29 tahun 2000 tentang perlindungan varietas pertanian, menurutnya ada lima pasal yang diubah.
Selanjutnya, UU 22 Tahun 2019 tentang sistem budidaya pertanian berkelanjutan, ada sedikitnya delapan pasal yang diubah dan satu pasal dihapus atau tidak berlaku lagi. Lalu, UU 19 Tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani, ada dua pasal yang diubah dan satu pasal dihapus.

Kemudian, UU 13 tahun 2010 tentang hortikultura, ada 16 pasal yang diubah, lima pasal dihapus dan satu pasal yang ditambah. Terakhir, UU 18 Tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan, yang mana hal ini telah diubah dengan UU 41 tahun 2014, ada 19 pasal yang diubah.
“Dengan simplifikasi tersebut, harapannya investasi pertanian bisa tumbuh, petani bisa lebih makmur dan serapan tenaga kerja meningkat,” katanya.

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pengolahan Makanan dan Industri Peternakan Juan Permata Adoe mengapresiasi langkah pemerintah melalui UU Ciptaker di sektor pertanian.
Menurut dia, sektor pertanian dan pangan bisa menjadi kunci pendorong pemulihan ekonomi nasional, perlu adanya percepatan investasi di sektor tersebut melalui implementasi UU Ciptaker dan penguatan kemitraan usaha melalui skema public private partnership (PPP) antara petani, pengusaha, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“PPP penting agar ketahanan pangan bisa lebih cepat tercapai. Kita berharap Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) segera terbit,” kata Juan saat kepada FIN, kemarin.
Sementara itu, Kepala Riset Center for Indonesian Policy Study (CIPS) Felippa Ann Amanta berpandangan terbitnya UU Ciptaker akan terjadi kemudahan impor di sektor pertanian.
Ia menyebut, ada perubahan Pasal 12 ayat 2 dan Pasal 36 ayat 3 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang menurutnya tetap berpihak pada petani. Dua pasal itu bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan domestik, namun tetap memperhatikan kepentingan antara lain petani, nelayan, dan pembudidaya ikan.
“Jadi tidak langsung membuka keran impor dan banjir, tetapi tetap ada keseimbangan dengan produksi pangan lokal,” ujar Felippa keapda FIN, kemarin. (git/din/fin)
Facebook
Twitter
Instagram
Google+
YouTube
LinkedIn