Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri. (Dery Ridwasah/JawaPos.com)
JAKARTA — Mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno dikabarkan meninggal dunia pada Minggu (19/12). Dia merupakan terpidana kasus dugaan korupsi dalam pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia.
”Informasi yang kami peroleh benar. Meninggal dunia sekitar pukul 14.00 WIB,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Minggu (19/12).
Hadinoto sempat izin keluar dari rumah tahanan (rutan) untuk menjalani perawatan di Rumah Sakit Abdi Waluyo. Penahanannya otomatis dibantarkan karena sakit.
”Untuk mendapatkan perawatan medis sebagaimana rekomendasi dari dokter Rutan KPK,” ucap Ali.
KPK telah menyerahkan jenazah Hadinoto kepada pihak keluarga. Pemakaman Hadinoto diserahkan sepenuhnya ke pihak keluarga.
”Saat ini jenazah telah diserahkan perwakilan tim jaksa bersama pihak Rutan KPK kepada pihak keluarga almarhum,” terang Ali.
Dalam kasusnya, Hadinoto Soedigno divonis 8 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar subaider 3 bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Dia terbukti menerima suap dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia.
”Mengadili, menyatakan terdakwa Hadinoto Soedigno telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi,” kata Ketua Majelis Hakim Rosmina saat membacakan amar putusan di PN Tipikor Jakarta, Kamis (3/6).
Hadinoto juga dijatuhkan hukuman pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar USD 2.302.974,08 dan EUR 477.560 atau setara dengan SGD 3.771.637,58. Apabila tidak dapat membayar uang pengganti tersebut dalam waktu satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita.
”Bilamana harta bendanya tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, Hadinoto akan dihukum pidana badan selama 4 tahun,” ungkap hakim Rosmina.
Hadinoto terbukti menerima uang senilai USD 2.302.974,08, EUR 477.540, dan SGD 3.771.637,58. Hadinoto juga disebut menerima hadiah berupa pembayaran makan malam dan biaya penginapan senilai Rp 34.812.261, serta pembayaran biaya pesawat pribadi USD 4.200.
Uang dan hadiah tersebut diterima dari Airbus S.A.S, Rolls-Royce Plc, Avions de Transport Regional melalui intermediary Connaught International Pte Ltd dan PT Ardhyaparamita Ayuprakasa milik Soetikno Soedarjo, serta dari Bombardier Canada melalui Hollingwingsworld Management International Ltd Hongkong dan Summerville Pasific Inc.
Sejumlah penerimaan itu diberikan agar Hadinoto bersama Emirsyah dan Capt Agus Wahjudo melakukan intervensi dalam pengadaan di PT Garuda Indonesia. Terkait pengadaan pesawat itu berupa pesawat Airbus A330 series, pesawat Aribus A320, pesawat ATR 72 Serie 600 dan Canadian Regional Jet (CRJ) 1000 NG, serta pembelian dan perawatan mesin Rolls-Royce Trent 700 series.
Hakim juga meyakini Hadinoto melakukan tindak pidana pencucian uang (TPU). TPPU yang dilakukan Hadinoto dalam kurun waktu 2011-2016 terkait pengadaan pesawat. Hadinoto menyembunyikan uangnya dengan cara mentransfer ke anggota keluarganya.
Hadinoto membuka 8 rekening Standart Chartered Bank di Singapura atas nama dirinya sendiri. Melalui rekening-rekening itu, Hadinoto mentransfer uang secara bertahap hingga totalnya senilai SGD 1.095.000. (*/jpg/fajar/ttg)
Facebook
Twitter
Instagram
Google+
YouTube
LinkedIn