Slamet (kanan) menangis, didampingi Slamet Mubarok (Kiri). Foto Ali/Radar
BANYUMAS – Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) meminta salah satu anggotanya, Slamet (46) yang merupakan Kaur Perencanaan Desa Glempang Kecamatan Pekuncen dibebaskan dari hukuman terkait penolakan jenazah Covid-19 pada 1 April 2020 lalu.
Dalam hal ini, PPDI menyampaikan surat terbuka kepada Presiden RI, Joko Widodo terkait hal tersebut. Ketua PPDI Banyumas, Slamet Mubarok mengatakan peristiwa penolakan tersebut diakuinya terjadinkarena minimnya pengetahuan tentang Covid-19 pada waktu itu.
Dia memaparkan, peristiwa berawal saat pasien terkonfirmasi positif Covid-19 yang ber KTP di Purwokerto Utara meninggal. Saat itu mendapat penolakan di Purwokerto Utara. Lalu rencana pemakaman berpindah ke Purwokerto Selatan dan Kedungwringin, Patikraja. Di kedua tempat tersebut juga terjadi penolakan.
Jenazah lalu dibawa ke Desa Tumiyang Pekuncen dan dimakamkan. Lagi-lagi mendapat penolakan warga sehingga makam kembali digali. Rencananya akan dipindahkan ke Desa Pasiraman Lor, Pekuncen.
“Pada saat jenazah akan dimakamkan, warga melakukan blokade jalan agar mobil ambulan dan Bupati tidak bisa melintas,” kata Slamet Mubarok.

Saat itu Slamet perangkat desa Glempang ini yang sekaligus Ketua Gugus Percepatan Penanganan Covid-19 Desa Glempang ini melakukan pengamanan wilayah dan mendatangi kerumunan warga yang melakukan blokade jalan. “Didasari pengetahuan yang sangat minimdan taatnya rasa tanggung jawab, Slamet ikut membaur bersama masyarakat,” lanjutnya.
Saat ambulan tiba, Slamet dan warga melakukan penghadangan. “Ternyata ambulan kosong. Slamet dan warga bersikeras menghadang karena takut menularkan virus Covid,” katanya.
Atas peristiwa ini, Slamet dan dua warga lainnya ditetapkan sebagai tersangka dan menjalani hukuman.
“Putusan awal di PN Purwokerto vonis 2 bulan. Karena tidak sesuai tuntutan jaksa selama enam bulan maka jaksa banding ke Pengadilan Tinggi menjadi enam bulan. Saat ini upaya kasasi ke MA dari perangkat desa. Tinggal menunggu putusan,” katanya.
Selama setahun Slamet merasakan tekanan mental dari berbagai pihak. “Jujur saja selama setahun saya mengalami tekanan mental. Masyarakat menganggap seseorang yang terjerat hukum itu negatif. Selama setahun ini saya menjadi tahanan rumah,” kata Slamet sembari menangis sesenggukan.
Selama setahun pihaknya sudah meminta maaf kepada semua pihak terkait. “Saya sudah meminta maaf ke keluarga pasien, sopir ambulan, forkompimda dan forkompimcam,” katanya.
Ia berharap agar diberi kebebasan dari jerat hukum kasus ini dan memberikan perlindungan hukum kepada seluruh relawan gugus tugas Covid-19. (ali)
Facebook
Twitter
Instagram
Google+
YouTube
LinkedIn