EVAKUASI : Relawan saat mengevakusi ODGJ yang sudah menghabiskan hidup selamat 30 tahun di TPA Ajibarang, pada awal bulan lalu (4/3). (ISTIMEWA)
Kisah Relawan Evakuasi ODGJ di Banyumas
KERJA kemanusiaan yang dilakukan oleh relawan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Banyumas patut diapresiasi. Saat kebanyakan orang menghindari ODGJ, mereka justru rela merawat orang dengan gangguan jiwa yang kerap menerima diskriminasi dari masyarakat karena dianggap berperilaku menyimpang.
Ahmad Erwin, PURWOKERTO
PAGI kemarin Jumat (18/3), tampak sejumlah pahlawan kemanusiaan itu disibukkan dengan tugasnya. Mereka mengantar ODGJ pasung ke Panti Jeruklegi Cilacap, lalu siangnya mengevakuasi ODGJ yang mengamuk di Kecamatan Purwokerto Barat.
Salah seorang yang terlibat aktif dalam relawan ODGJ itu, ialah Sapto Adi Wibowo (31). Ia mulai tergerak hatinya merawat ODGJ sejak tahun 2016, hingga menemukan orang dengan visi kemanusian yang sama dan akhirnya mendirikan komunitas relawan ODGJ pada 23 Desember 2020 lalu.
Hingga saat ini relawan tersebut telah beranggotakan 25 orang, dan selalu setia merawat ODGJ tanpa mengharapkan adanya imbalan.
“Kita kasihan lihat ODGJ di jalan ataupun yang diperlakukan tidak semestinya itu kita kasihanlah, karena bagaimanapun mereka juga makhluk yang bernyawa dan mereka juga punya hak sama dengan kita,” ujar dia.
Bahkan tidak tanggung-tanggung, pahlawan kemanusiaan itu juga rela morogoh kocek pribadi untuk menanggung biaya operasional ODGJ yang diurusi. Dengan bangga mereka melakukan itu, karena tidak semua orang bisa melakukannya.
Suka dukapun selalu dilalui dalam merawat ODGJ. Hal itu karena berbedanya tingkah laku tiap ODGJ.
“Suka dukanya kita sering menghadapi yang ngamuk, terus juga assesmentnya tidak ada keluarga atau identitas,” terangnya.
EVAKUASI : Relawan saat mengevakusi ODGJ yang sudah menghabiskan hidup selamat 30 tahun di TPA Ajibarang, pada awal bulan lalu (4/3). (ISTIMEWA)
Sapto mengaku akan terus merawat ODGJ di jalanan. Bahkan kendala apapun tidak bisa menghentikan niat mulia mereka untuk selalu peduli kepada ODGJ.
“InsyaAllah jam malam ada atau tidak ada kendaraaan kita tetap berangkat. kita intinya panggilan hati, karena itu mendasar dari hati, jadi tanpa dibayar, justru kita yang mengeluarkan uang untuk biaya operasional, jadi kita jalani bersama,” ungkap Sapto.
Berprinsipkan selalu berbuat baik, dan harus menularkan kebaikan itu. Sejak dibentuknya akhir tahun 2020, hingga saat ini komunitas itu sudah menangani hampir 150 ODGJ di tengah keterbatasan sarana dan prasarana.
“Kendalanya yah kadang, transportasi karena kita belum punya, jadi kita kadang minjam ambulans gratis atau kendaaran yang ada kita pinjam seperti itu,” kata dia.
Membantu orang yang memiliki penyakit mental, untuk sembuh dan bisa bermasyarakat kembali, seperti orang normal pada umumnya, memerlukan materi dan pasti menguras banyak energi.
Namun terkadang, terdapat juga ODGJ yang meski hampir sembuh dan bisa berkomunikasi 80 persen, namun saat ingin dikembalikan malah ditolak oleh keluarganya.
“Mereka kan mempunyai penyakit di mental, dan harus kita rawat, agar mereka nyaman dan bisa dianggap. Dan kita kasih masukan, dan kasih percaya diri lagi, jadi mereka bisa bermasyarakat lagi. Tetapi kadang juga kita udah rawat dia udah hampir sembuh, katakanlah 80 persen udah bisa komunikasi, tetapi kadang keluarga tidak mau menerima kembalinya dia,” terang Ketua Relawan ODGJ Banyumas itu.
EVAKUASI : Relawan saat mengevakusi ODGJ yang sudah menghabiskan hidup selamat 30 tahun di TPA Ajibarang, pada awal bulan lalu (4/3). (ISTIMEWA)
Perannya sangat membantu penanganan ODGJ yang ada di Banyumas, bahkan karena eksistensinya, sudah banyak ODGJ yang bisa kembali bertemu dengan kelurganya, seperti Zainal yang baru-baru ini bertemu kembali dengan keluarganya di Tasikmalaya setelah terpisah selama 10 tahun.
Dia berharap, agar kuota ODGJ yang akan dimasukkan ke panti dari Pemerintah Daerah agar ditambah. Hal itu untuk menampung dan memberi keterampilan ODGJ yang ditolak kembali oleh keluarganya.
“Untuk Pemerintah sebisa mungkin bisa mensupport kegiatan kita walaupun kita baru awal kalau gak kita siapa lagi, semoga aja sih nantinya pasca kita berobatkan dari rumah sakit, kita bisa mendapatkan kuota yang lebih untuk dimasukkan ke panti ataupun yayasan, karena itu untuk mengantisipasi keluarga yang menolak, jadi kita bisa masukkan ke panti dan di panti nanti bisa memiliki keterampilan,” harap dia.
Apalagi pahlawan kemanusiaan ini, termasuk tidak mengenal waktu, sebab setiap minggunya mereka berkeliling untuk mengevakuasi dan mencari ODGJ-ODGJ yang belum mendapatkan perhatian ataupun penanganan.
“Kita mengikuti SOP, karena setiap minggu kita keliling untuk hunting ODGJ jalanan, dan kita izin juga sama kewilayahan Seperti Babinsa dan Kantibmas atau Kecamatan, kita izin dalam arti kita mau mengevakuasi atau merawat ODGJ, ini orangnya di sini nanti dibawa berobat gimana pak,” kata dia.
Prosesnya, ODGJ tersebut dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan perawatan dan diperiksa kondisi kesehatannya. Lalu pasca perawatan akan dimasukkan ke panti sambil dilakukan asessment untuk mengetahui alamat asal ODGJ.
“Kita berobatkan, nanti setelah dibawa rumah sakit diambil dititipkan di rumah singgah di Dinsos. Di rumah singgah dinsos, kita assesment, kita cari identitasnya, pertama dia menjadi depresi itu bagaimana kita cari infonya terus, tetapi ketika tidak menemukan titik terang itu, kita minta bantuan Dindukcapil untuk dilakukan iris mata, biar mengetahui ODGJ itu asal mana,” terang dia.
Lalu tiap harinya juga rutin melakukan teraphy door to door terhadap ODGJ.
“Ada juga yang kita rawat dari teraphy karena kan kita ada teraphy-nya, itu kita door to door, kita teraphy di rumahnya, dan dia selama kita kunjungi kita teraphy pasti ada perubahan, dan alhamdulillah sudah banyak sembuh, bisa punya keterampilan, bisa berwirausaha sendiri, dan bermasyarakat seperti orang normal,” pungkasnya. (*)
Judul Samb : Berharap Kuota Penampung Ditambah
Facebook
Twitter
Instagram
Google+
YouTube
LinkedIn