TEMPE: Perajin menggoreng keripik tempe dengan tungku tradisional. ISTIMEWA
PURWOKERTO – Beberapa hari belakang ini, perajin dan penjual tahu maupun tempe mengeluh harga kedelai tinggi. Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dinperindag) Kabupaten Banyumas, Retno Wulandari membenarkan perihal tersebut.
Retno menyampaikan, berdasarkan informasi dari Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, lonjakan harga kedelai impor, bukan karena stok menipis. Sampai saat ini stok kedelai untuk industri tahu dan tempe masih sangat mencukupi.
Yang membuat harga kedelai mahal adalah faktor global. “Harga kedelai di tingkat global alami kenaikan, jadi berdampak pada harga kedelai impor ke Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, Kemendag mencatat faktor utama kenaikan kedelai dunia, karena lonjakan permintaan dari China pada Amerika Serikat, selaku eksportir kedelai terbesar dunia. Pada Desember 2020, permintaan kedelai dari China naik dua kali lipat. Dari 15 juta ton menajdi 30 juta ton.
Retno mengatakan, saat ini harga kedelai impor per kilogram (kg) di Banyumas Rp 9.300. Masih di batas bawah harga kedelai secara nasional, yaitu per kg Rp 9.200 sampai Rp 10 ribu. Padahal, harga kedelai sebelumnya berkisar Rp 6.500 sampai Rp 7 ribu per kg.
“Dalam kondisi seperti ini, perajin bisa menaikkan harga tahu atau teme, untuk menyeimbangkan perekonomian,” katanya.
Retno menambahkan, pihaknya tidak akan melakukan operasi pasar terkait kenaikan harga kedelai impor. Sebab faktor yang mendasari dari pasar global. Pihaknya hanya memantau stok kedelai impor, jangan sampai pasokan menipis. Mengingat kondisi harga dunia sekarang, dan pengapalan terbatas.
Menyikapi hal itu, perajin keripik tempe di wilayah Sumpiuh memutuskan menaikkan harga jual.
Perajin keripik tempe Waginah menuturkan produk yang sebelumnya di bandrol Rp 4.500 per bungkus. Kini, menjadi Rp 5 ribu. Terdapat kenaikan Rp 500.
“Ganti harga, resikonya dibilang mahal oleh pelanggan. Tapi memang kalau bahan baku naik, harga jual ikut naik,” ujar Waginah, Selasa (5/1).
Menurutnya, menaikan harga jual keripik tempe merupakan opsi yang paling memungkinkan. Sebab, ketika harga tetap dengan ukuran keripik dikurangi. Bisa berdampak pada tampilan kemasan menjadi tidak menarik.
Sementara itu, permintaan keripik tempe cenderung sepi. Selain imbas kenaikan harga jual. Juga, sejak mulai pandemi corona virus omset mulai menurun.
Jika pada kondisi normal bisa memproduksi keripik tempe dari kedelai sebanyak lima kilogram. Sejak wabah hingga saat ini hanya membuat keripik tempe dari tiga kilogram kedelai.(ely/fij)
Facebook
Twitter
Instagram
Google+
YouTube
LinkedIn