Ilustrasi sosialisasi Pilkada. Dok Radar
JAKARTA – Meskipun kampanye secara daring telah diatur, peserta pemilu masih lebih memilih metode tatap muka. Padahal, banyak pihak mendorong kandidat untuk melakukan kampanye memanfaatkan teknologi internet di tengah pandemi.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mengatakan, pihaknyab telah mendorong semua kampanye daring. “Tetapi ternyata tidak bisa juga, malahan data kampanye daring rendah, lebih banyak kampanye pada pertemuan terbatas,” kata Abhan.
Menurutnya, kampanye tatap muka secara terbatas masih marak dilakukan karena memang undang-undang masih memberikan ruang hal tersebut. Kampanye tatap muka secara terbatas, lanjut dia, diatur dalam Pasal 58 Ayat (2) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020.
Bunyi aturan tersebut yaitu dalam hal pertemuan terbatas dan pertemuan tatap muka dan dialog sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak dapat dilakukan melalui media sosial dan media daring, pertemuan terbatas dan pertemuan tatap muka dan dialog dilakukan dengan (secara langsung).
Abhan menjelaskan kampanye tatap muka masih dibolehkan dengan pembatasan jumlah 50 orang setiap kegiatan kampanye. Namun, dirinya meyakinkan undang-undang tidak mengatur frekuensi kampanye tatap muka terbatas.
“Artinya tim kampanye pagi hari (kampanye) pertemuan terbatas di tempat A, pukul 11 siang pindah ke tempat B, sore hari pindah ke tempat C, lalu malam pindah lagi ke tempat D. Itu bisa selama memang masing-masing kegiatan jumlah peserta 50. Jadi tidak bisa disalahkan ke peserta,” kata ABhan dalam keterangan resminya, Selasa (3/11).
Ia melanjutkan, jika metode kampanye daring, idak semua tempat di wilayah tertentu bisa menggunakan daring. “Yang terjadi sekarang seperti itu kondisinya, bahwa faktanya masih banyak kegiatan yang sifatnya pertemuan terbatas yang dilakukan peserta pilkada,” imbuh Abhan.
Sementara Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menyampaikan penanganan pelanggaran kampanye di internet dengan empat cara pelaporan pelanggaran konten internet dan media sosial (medsos). “Bisa melalui WhatsApp Bawaslu, melalui situs Bawaslu, melalui aplikasi Gowaslu, serta datang ke kantor Bawaslu masing-masing atau bagi pengawas pemilu mengisi form A (formulir hasil pengawasan) pelaporan konten internet,” sebutnya.
Bawaslu, lanjutnya, juga bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Infromasi (Kominfo). Fritz menyatakan setiap tiga hari sekali Bawaslu mendapatkan hasil penelusuran yang dilakukan Kominfo melalui mesin pengais informasi (AIS) yang secara otomatis melakukan pencarian di medsos.
“Sampai 30 hari pertama kampanye, Bawaslu telah menemukan ada 106 kampanye negatif, 72 isu hoaks yang beredar. Dari 106 kampanye itu ada 87 yang kami dapatkan dari Kominfo, rinciannya 15 pelanggaran kampanye, dua pelanggaran ITE. Kemudian ada lima laporan masuk ke Bawaslu, ada tiga laporan melalui form A. Kami juga menemukan 47 pelanggaran kampanye iklan dan sembilan pelanggaran kampanye di satu minggu terakhir,” tandas Fritz. (khf/fin)
Facebook
Twitter
Instagram
Google+
YouTube
LinkedIn