FIJRI RAHMAWATI/RADARMAS
BERBOHONG: Sidang agenda pemeriksaan terdakwa yang mengaku belajar menipu di penjara.
BANYUMAS-Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Banyumas Antonius menilai tangisan terdakwa Deni Priyanto alias Goparin bin Yanwili Mewengkang selama berlangsungnya persidangan hanya air mata buaya. Terdakwa pembunuhan berencana itu hampir setiap kali menjawab pertanyaan majelis, jaksa dan penasihat hukum dengan sesenggukan.
“Tidak usah meminta dikasihani dengan menangis. Dari tadi menangis terus tapi tidak keluar air mata. Air mata buaya. Buaya saja kalau menangis keluar air matanya. Pernah lihat buaya menangis?” ujar Antonius dalam sidang terbuka untuk umum dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Selasa (22/10).
Terdakwa mengaku menangis karena merasa takut. Sambil terbata, residivis pencurian kabel dan penculikan mahasiswa itu menyatakan takut pada Tuhan dan korban. Juga takut menjalani persidangan.
“Lebih takut lagi kami yang menyidangkan. Orang umum melihat ada kejadian mutilasi itu ngeri, takut. Kenapa terdakwa membunuh? ingin uang, korban minta nikah, mobil?” timpal Hakim Anggota Tri Wahyudi dalam persidangan yang diketuai Abdullah Mahrus dan anggota Randi Jastian Afandi itu.
Dalam sidang nomor perkara 116/Pid.B/2019/PN.Bms itu terungkap terdakwa menjerat korban melalui media sosial facebook. Terdakwa menyatakan mengirim banyak permintaan pertemanan. Malang nasib korban Komsatun Wachidah yang terjebak tipu muslihat terdakwa. Bahkan korban rela menyerahkan uang puluhan juta, mobil hingga tubuhnya untuk terdakwa nikmati.
“Belajar menipu melalui facebook di penjara sama napi operan dari Bandung. Waktu itu, napi, Asep, membawa HP. Setelah keluar dari penjara, mempraktekan apa yang diajari Asep,” terang terdakwa menjawab pertanyaan penasihat hukumnya, Hangsi.
Majelis hakim menilai terdakwa sebagai orang cerdas. Sebab, mampu membaca situasi melalui serangkaian kebohongan dan menciptakan alibi pembunuhan sekaligus mutilasi. Padahal terdakwa hanya tamatan sekolah dasar.
Kebohongan terdakwa dimulai dengan akun palsu media sosial. Lalu, disusul bohong tentang pekerjaan terdakwa sebagai pelaut di kapal kargo. Selanjutnya, ketika merencanakan pertemuan dengan korban, terdakwa berbohong kekurangan uang untuk syarat pengajuan cuti dan minta ditransfer Rp 4,5 juta.
Kemudian, dalam perjalanan pulang melaut, kebohongan kembali dilakukan. Terdakwa mengatakan kepada korban terlibat kecelakaan dan butuh uang damai sebanyak Rp 20 juta minta ditransfer. Kebohongan lain diantaranya status terdakwa bujang, telah mengurus persyaratan untuk menikah siri dengan korban dan terdakwa tinggal di Jakarta.
“Terdakwa tega kepada korban. Padahal, dengan semua yang telah diberikan oleh korban itu menandakan korban sayang sama terdakwa. Kenapa harus membunuh, mutilasi dan membakar korban? Bisa saja setelah semua yang terjadi, cukup tinggalkan korban dan buang nomor hp,” imbuh Hangsi miris.
Terdakwa menuturkan keputusan mengeksekusi korban lantaran sudah pada titik kebingungan. Di satu sisi, korban selalu mendesak terdakwa untuk membayar hutang dan minta dinikahi. Di saat bersamaan, istri korban marah besar akibat terdakwa diketahui selingkuh. (fij/acd)
Facebook
Twitter
Instagram
Google+
YouTube
LinkedIn